Burung finch (satu genus
dengan burung pipit) di Kepulauan Galapagos yang dulu dipakai Charles Darwin
untuk mengembangkan teori evolusi, kini terbukti cocok dengan teori itu—mereka
memang ber-evolusi.
Burung-burung
finch yang berukuran sedang, yang dulu diteliti Darwin, ternyata perlahan-lahan
memperkecil paruhnya untuk mendapatkan aneka jenis biji-bijian. Perubahan ini
mulai terjadi sekitar duapuluh tahun setelah kedatangan burung pesaing mereka
yang berukuran lebih besar, dan memperebutkan sumber makanan yang sama.
Perubahan
ukuran paruh menunjukkan bahwa spesies yang berkompetisi untuk mendapatkan
makanan dapat mengalami evolusi, demikian kata Peter Grant dari Princeton
University, yang memublikasikan hasil penelitiannya itu pada jurnal Science.
Sedangkan risetnya didanai oleh National Science Foundation.
Grant telah
mempelajari burung-burung finch di Kepulauan Galapagos selama beberapa puluh
tahun dan pada mulanya bermaksud meneliti perubahan-perubahan yang terjadi
ketika beradaptasi dengan kekeringan yang turut pula mengubah jenis makanan
yang tersedia di sana.
Menurut Robert
C. Fleischer, pakar genetika di Smithsonian National Museum of Natural History
and National Zoo, jarang ilmuwan bisa mendokumentasikan perubahan-perubahan
yang muncul dari hewan menanggapi kompetisi di alam. Lebih banyak mereka
mengamati ketika satwa masuk ke habitat yang baru atau perubahan iklim dan
perilaku untuk menemukan sumber makanan baru. “ Penelitian ini tergolong dalam
mikro evolusi,” kata Fleischer lagi.
Grant juga
meneliti burung finch di Pulau Daphne—salah satu pulau di Galapagos—dan
menemukan bahwa burung finch tanah yang berukuran sedang di pulau itu, Geospiza
fortis, tidak menghadapi kompetisi makanan, dan memakan berbagai ukuran
makanan.
Tahun 1982
pasangan burung-burung finch besar, Geospiza magnirostris, tiba di pulau itu
untuk kawin, dan memulai kompetisi untuk mendapatkan biji-bijian ukuran besar
dari tanaman Tribulus. Burung-burung itu bisa membuka dan makan biji-bijian itu
tiga kali lebih cepat dari burung Geospiza fortis, sehingga menurunkan
persediaan biji jenis ini.
Tahun 2003 dan
2004 hujan turun dan kian menipisnya persediaan makanan. Akibatnya burung finch
jenis G. fortis berparuh besar banyak yang mati, dan menyisakan hanya yang
berparuh lebih kecil, yang mampu memakan biji dari tanaman yang lebih kecil dan
tak perlu berkompetisi dengan burung G. magnirostris yang lebih besar.
Contoh seleksi alam misalnya yang terjadi pada ngengat biston
betularia. Ngengat biston betularia putih sebelum terjadinya revolusi
industri jumlahnya lebih banyak daripada ngengat biston betularia hitam.
Namun setelah terjadinya revolusi
industri, jumlah ngengat biston betularia putih lebih sedikit daripada ngengat
biston betularia hitam. Ini terjadi karena ketidakmampuan ngengat biston
betularia putih untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Pada saat
sebelum terjadinya revolusi di Inggris, udara di Inggris masih bebas dari asap
industri, sehingga populasi ngengat biston betularia hitam menurun karena tidak
dapat beradaptsi dengan lingkungannya. namun setelah revolusi industri, udara
di Inggris menjadi gelap oleh asap dan debu industri, sehingga populasi ngengat
biston betularia putih menurun karena tidak dapat beradaptasi dengan
lingkungan, akibatnya mudah ditangkap oleh pemangsanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar